Artikel

Details
  • 04 Maret 2025

Indonesia Sungguh Perlu Kepemimpinan Strategis

Di tengah derasnya arus globalisasi, kemajuan teknologi, dan ketidakpastian sosial-politik, Indonesia berada dalam persimpangan sejarah. Kita kini dihadapkan pada realitas dunia yang semakin cepat berubah, akan tetapi pada saat yang sama menyimpan tantangan-tantangan mendasar yang belum terpecahkan, mulai dari ketimpangan sosial, kemiskinan, pengangguran, hingga ketergantungan pada kekuatan asing.

Dalam konteks inilah, buku Kepemimpinan Nasional: Sebuah Refleksi Kepemimpinan Strategis dalam Mewujudkan Masyarakat Madani yang Merdeka, Bersatu, Berdaulat, Adil, dan Makmur karya Harjo Susmoro menjadi relevan dan penting untuk dikaji. Buku ini tidak sekadar wacana teoretis tentang kepemimpinan, tetapi juga seruan reflektif bagi arah dan kualitas kepemimpinan bangsa di era penuh disrupsi seperti sekarang.

Penulis, seorang Purnawirawan TNI-AL yang terakhir menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas), menawarkan argumen yang berakar pada realitas bangsa. Dengan wawasannya yang luas, Penulis memulai bukunya dengan menegaskan bahwa perubahan zaman bersifat multidimensional yang memengaruhi seluruh sektor kehidupan, mulai dari ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, hingga pertahanan dan keamanan.

Negara tidak mungkin lagi bersandar pada model kepemimpinan administratif yang statis. Negara membutuhkan pemimpin strategis, yaitu sosok yang memiliki kapasitas berpikir jauh ke depan, menyusun rencana jangka panjang, sekaligus mampu menavigasi kompleksitas persoalan dengan keteguhan nilai dan ketajaman visi.

Kepemimpinan strategis, dalam pandangan Penulis, bukan hanya kemampuan untuk mengatur, tetapi kemampuan untuk menggerakkan. Pemimpin strategis adalah mereka yang mampu menunjukkan arah, mengorganisasi kekuatan, dan mengantisipasi perubahan secara sistemik.

Dalam konteks Indonesia yang kaya sumber daya alam dan memiliki posisi geopolitik strategis, kepemimpinan strategis menjadi penentu, apakah bangsa ini dapat mewujudkan visi besar Indonesia Emas 2045, ataukah justru tertinggal dalam pusaran sejarah?

Buku tak hanya menyoroti pentingnya kompetensi manajerial, tetapi juga menekankan sisi etik dan spiritual dalam kepemimpinan. Penulis merujuk pada nilai-nilai Islam, terutama keteladanan Nabi Muhammad SAW, juga pemikiran Imam Ghazali. Ia menggarisbawahi pentingnya karakter seperti keadilan, keberanian, kebijaksanaan, dan kesederhanaan harus melekat pada diri seorang pemimpin. Dalam Islam, pemimpin sejati tidak mengejar kehormatan, namun mengemban amanah. Kepemimpinan adalah tanggung jawab suci, bukan sekadar posisi.

Hal yang menarik dalam buku ini adalah keberanian Penulis untuk memadukan nilai-nilai religius, nasional, dan strategis secara harmonis. Sosok Presiden Soekarno, sebagai Proklamator dan pendiri bangsa (founding father), dihadirkan sebagai contoh pemimpin strategis yang mampu menyatukan nilai-nilai Pancasila, kekuatan diplomasi, serta visi kebangsaan dalam satu napas perjuangan. Ini menjadi penting di tengah situasi sekarang, ketika sebagian elite politik lebih sibuk membangun pencitraan dibanding penguatan gagasan.

Dalam mengulas tantangan globalisasi, Penulis menyentuh isu mendasar, salah satunya ketimpangan antara potensi kekayaan bangsa dan realitas ketidakadilan sosial yang masih menganga di Indonesia. Penulis menekankan bahwa kepemimpinan yang adil, humanis, dan berlandaskan karakter adalah prasyarat agar Indonesia tidak terjebak dalam keadaan stagnan. Pemimpin juga tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab untuk memastikan akses pendidikan berkualitas bagi semua kalangan. Pendidikan yang tidak dijadikan proyek, tetapi murni investasi peradaban.

Lebih dari itu, Penulis menyinggung peran strategis generasi muda sebagai pewaris estafet kepemimpinan. Di tengah derasnya arus ideologi global dan pengaruh asing, pendidikan harus ditanamkan dengan nilai-nilai nasionalisme, spiritualitas, serta kemandirian. Hal ini sebagai bentuk antisipasi agar bangsa Indonesia tidak mudah terseret arus. Bangsa Indonesia harus mampu tampil menjadi pelaku utama dalam percaturan dunia.

Nilai-Nilai Pancasila

Masa depan menuntut kecepatan dan teknologi sekaligus kepekaan nilai dan kesiapan mental. Penulis menyoroti tantangan era Society 5.0, yakni fase peradaban baru yang ditandai dengan integrasi penuh antara teknologi digital, kecerdasan buatan, dan kehidupan manusia. Di tengah potensi besar tersebut, Indonesia dihadapkan pada pertanyaan kritis: Apakah kita siap?

Menurut Penulis, kunci dari kesiapan itu tak lain kualitas sumber daya manusia. Tidak seperti teknologi yang bisa dibeli, infrastruktur yang bisa dibangun, manusia unggul hanya bisa dihasilkan dari pendidikan dan kepemimpinan yang bermutu. Indonesia membutuhkan Manusia Super Cerdas (MSC)—generasi muda yang tidak hanya mahir teknologi, tetapi juga bijak dan berkarakter.

Era 5.0 membawa dampak pada segala lini, mulai dari industri hingga pendidikan, juga dari pertahanan hingga budaya. Namun, di balik itu, dunia juga menjadi semakin rentan terhadap gejala Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity (VUCA). Oleh karena itu, kepemimpinan haruslah andal dan memiliki kemampuan komunikasi yang efektif.

Grand strategy nasional serta pendekatan geostrategis perlu dibangun sebagai cara untuk mengelola potensi serta menghadapi ancaman global. Kebijakan harus berbasis pada karakter dan kekuatan bangsa sendiri, bukan hasil impor ideologi atau tekanan kekuatan asing. Nilai-nilai Pancasila, utamanya, harus menjadi fondasi dalam semua lini pembangunan nasional, baik ekonomi, sosial, maupun politik.

Apa yang ditawarkan buku ini menjadi pengingat bahwa di tengah kompleksitas zaman, Indonesia tidak boleh kehilangan arah. Kita butuh kepemimpinan yang bisa menyatukan kecanggihan strategi pun kedalaman nilai. Pemimpin yang tidak hanya berorientasi pada target jangka pendek, tetapi juga memikirkan warisan peradaban bagi generasi mendatang.

Pada akhirnya, Kepemimpinan Nasional: Sebuah Refleksi Kepemimpinan Strategis dalam Mewujudkan Masyarakat Madani yang Merdeka, Bersatu, Berdaulat, Adil, dan Makmur merupakan wawasan yang mengajak pembaca untuk berpikir lebih dalam tentang krisis dan harapan bangsa, bukan solusi instan. Buku setebal 220 halaman ini cocok dibaca oleh para akademisi, birokrat, pemimpin lembaga, dan terutama generasi muda yang kini tengah menyiapkan diri menjadi pemimpin masa depan.

Membacanya, kita akan memahami bahwa kepemimpinan bukan hanya soal kekuasaan, tetapi soal visi, nilai, dan tanggung jawab. Arah kepemimpinan juga tidak hanya untuk hari ini, tetapi demi masa depan yang lebih bermartabat.

Share

× Chat with us on WhatsApp