Penulis | Prof. Dr. Harun, S.H., M.Hum |
Ukuran | 14,5 x 20,5 cm; soft cover |
Jumlah Halaman | 230 |
ISBN | 9786029704396 |
Buku ini merespons keadaan hukum perizinan usaha belum dapat dianggap sebagai sistem harmonis, yakni dengan membangun model perangkat hukumnya, model perangkat kelembagaannya, serta model perangkat aparaturnya. Tawaran model tersebut akan bermanfaat bagi akademisi, serta bagi proses legislasi dan koreksi terhadap produk yang telah dilakukan.
Perizinan usaha menjadi obyek penelitian, mengingat setiap Kabupaten/Kota memiliki kebijakan tersendiri, jenis kegiatan usaha atau jenis kegiatan ekonomi apa, yang masuk atau pun tidak masuk pada perizinan usaha.
Berbagai variasi izin usaha muncul sebagai bagian pengembangan kreativitas Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melakukan ekplorasi sumber pendanaan untuk mendukung pembangunan di daerahnya. Secara sepihak, dapat dilihat lebih berorientasi pada aspek retribusi pada pemerintah Kabupaten atau Kota, sehingga tidak banyak bersentuhan pada materi perizinannya, tetapi lebih berorientasi pada penerimaan asli daerah dalam APBD.
Dari perspektif hukum materiil dan hierarki hukum secara nasional, perizinan usaha cenderung bersandar pada Undang-Undang Industri Kecil, Undang-Undang Wajib Daftar Industri, dan Hinder Ordonantie. Sementara ketiga undang-undang tersebut menjadi dasar hukum perizinan usaha industri pada umumnya.
Apabila dilihat dari aspek kelembagaan dan aparatur perizinannya, dalam perkembangan terakhir, di seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia telah terbentuk Unit/Kantor/ Badan Pelayanan Perizinan disertai aparat profesional. Dengan demikian, tidak ada perbedaan secara mendasar di antara semua perizinan usaha di daerah yang diteliti. Untuk itulah model bangunan perizinan pada buku ini lebih terfokus pada Perizinan Usaha Industri.
Dengan pertimbangan tersebut maka hukum Perizinan Usaha Industri lebih memadai dan berfungsi sebagai payung dari semua perizinan usaha, walaupun pada pelaksanaannya terdapat beberapa spesifikasi. Sebagaimana dapat dilihat dari sandaran hukum pada tingkat peraturan daerah, walaupun sifatnya hanya mengatur retribusinya. Sedang apabila dilihat dari aspek perangkat kelembagaan serta aparaturnya terdapat unsur kesamaan tempat pelayanan, kelembagaan, serta tanggung jawab birokrasinya.
Tulisan ini merupakan tawaran model yang dibangun dari bangunan sebelumnya, atau yang sedang berjalan, dan banyak ditemukan kekurangan serta kelemahan. Sebagai sifat sinkron, konsisten, partisipatif, dan akuntabel adalah ciri yang semestinya ada pada setiap bangunan hukum dalam sistem tata hukum di Indonesia. Ciri tersebut selayaknya teraktualisasi pada setiap produk hukum di Indonesia yang terimplementasi pada perangkat hukum, perangkat kelembagaan, serta petugas publik penegakan hukum.
Tersedia di Google Book.
Copyright © Pandiva | All rights reserved. Website by JMW